Jilbab adalah titik-titik.
Hehe, ga gampang buat saya nerusin kalimat ini.
Hm, mendingan saya cerita dulu aja kali ya.. jadi gini, di kantor saya sering dapat tugas untuk nyiapin acara makan malam atau makan siang untuk tamu pentingnya pak boss. Beberapa kali tamunya bule. Berbagai macam bule ya, Eropa, Amerika, Asia dan lain-lain, hihi.. Berusaha untuk sopan, tentunya saya ngobrol santai dengan mereka. Bermodal bahasa Inggris yang nggak bagus-bagus amat. 🙂
Alih-alih berusaha jadi listeners, memberi kesempatan mereka banyak cerita, saya malah seringnya ‘diwawancarai’ oleh tamu asing tentang penampilan saya yang berjilbab. Ya, saya jawab sebisanya. Sebatas pengetahuan dan kemampuan saya menjawab dalam bahasa Inggris.
Yang baru-baru ini, tamu dari Beijing China. Saya nemenin mereka makan siang di Bale Raos, Magangan Lor. Sembari makan siang, salah satu tamu (cewek) kayaknya tertarik banget soal jilbab dan aturan berpakaian ala muslim. Dia cerita pengalaman dia ketika kunjungan resmi di Malaysia, (tepatnya di mana dia gak bilang) bahwa dia sempat dilarang untuk masuk ke beberapa tempat karena alasan pakaian. Harus pake kerudung dan baju panjang. Dia merasa dibatasi, beda dengan di Indonesia. Sepertinya di Indonesia itu lebih bebas. Itu kata tamu dari Beijing itu loh ya..
Trus, saya jawab, mungkin karena dia mau masuk ke tempat-tempat ibadah atau tempat yang dianggap suci bagi muslim Malaysia. Kemudian saya cerita tentang Aceh yang menerapkan hukum syariah, termasuk soal berpakaian bahwa perempuan harus pake kerudung, disarankan pake rok dan sebagainya. Yang saya ceritakan emang sebatas tentang pakaian, karena emang fokus pembicaraan kami saat itu adalah baju. Tamu dari Beijing itu mengambil kesimpulan, bahwa perempuan di Aceh disarankan atau bahkan gak boleh pake celana karena too manly. Dia ambil kesimpulan itu sendiri. Trus dia bilang, sungguh beruntung aturan itu tidak di semua tempat di Indonesia.
“Makanya, saya lebih suka di Indonesia.” Sekali lagi dia menegaskan dengan kalimat itu. Saya nggak tau ya, dia ngomong begitu karena berusaha being polite karena sedang ngobrol dengan saya yang orang Indonesia, atau beneran ngomong begitu dari hati.
Sebenernya saya pengen jelasin banyak hal tentang jilbab dari sudut pandang saya, seorang Anna, sebagai seorang muslim. Tapi, saya juga berusaha untuk menahan diri, mengingat tamu-tamu ini kan bukan turis ya, alias tamu kehormatan pak boss. Jadi, saya nggak bisa sembarang ngomong tentang pendapat saya.
Saya sendiri juga belum berjilbab dengan baik dan benar. Istilahnya belum syar’i. Saya pengguna jilbab konvensional, namun jilbab saya belum mengulur panjang menutup dada, beberapa baju saya juga masih memperlihatkan lekuk tubuh, masih pake celana panjang, dan masih salaman sama laki-laki yang bukan muhrim. Ya. Begitulah kondisi saya. 🙂
Dalam pandangan saya, jilbab tidak bisa dibantah lagi sebagai suatu kewajiban.
Tapi, dengan berjalannya waktu.. Jilbab tetap suatu kewajiban namun juga menjadi simbol kebebasan bagi saya. Maksudnya? Maksudnya begini, banyak yang berpendapat bahwa perempuan seharusnya boleh memilih, mau pake baju panjang, pendek, terbuka atau tertutup. Bebas. Setiap orang punya hak untuk memilih pakaian apa yang mau dipake. Termasuk saya, saya juga bebas memilih kan ya? Dan pilihan saya adalah berjilbab.
Mudah bagi saya untuk memilih memakai jilbab, karena dibesarkan di lingkungan yang mayoritas muslim. Saya belum pernah merasakan tinggal di suatu tempat yang membuat saya merasa terasing atau terbatasi dengan jilbab. Mudah juga buat saya memakai jilbab karena di lingkungan kerja pun, jilbab adalah suatu hal yang biasa. Intinya saya punya banyak kemudahan untuk menggunakan jilbab.
Bisa saja pandangan pribadi saya di atas adalah suatu yang dangkal. Tapi point yang ingin saya sampaikan adalah.. agar mereka tau, ada seorang muslim seperti saya, yang tidak merasa terpaksa memakai jilbab. Tapi malah memandang jilbab suatu kebebasan, sama bebasnya dengan mereka yang memilih pake rok mini.
Sekali lagi ini pandangan pribadi saya sendiri.
Jadi, jilbab adalah…
Jilbab adalah kebebasan.
Jilbab adalah kebabasan. Saya sepakat, Mbak. Memang demikianlah agama. Laa ikraha fid Diin… (al-baqarah: 256) Tidak ada paksaan dalam beragama. Karena ini bebas, maka mari kita dengan senang hati memilih yang baik.
LikeLike
Nice post. Kadang jilbab juga bikin yang pake keliatan lebih cantik 😀
LikeLike
jilbab itu kepatuhan perempuan
dan cara perempuan mencintai penciptanya,,
LikeLike
jilbab adalah kepatuhan dan cara perempuan mencintai penciptanya
jilbab jg ke bebasan,, setiap org punya cara masing2 dalam menggunakan jilbabnya,,
LikeLike
sepakat Put, cara kita menunjukkan kepatuhan dan cinta tanpa paksaan kepada Allah 🙂
LikeLike
berjilbab itu bisa jadi pilihan, pilihan untuk melakukan perintah Allah atau nggak.
nggak mandang peerempuannya harus pinter ngaji dulu, ngerti ilmu gama dulu, akhlaknya baik dulu baru berjilbab. sebab Alquran nggak nyebutin syarat itu…. selama dirinya muslimah, maka wajib menutup aurat
LikeLike
iya mas, wajib bagi muslimah. Smoga kami para muslimah diberi kemudahan untuk bisa melaksanakan kewajiban ini 🙂
LikeLike
aku juga pengen berjilbabnya lebih baik lagi. masih banyak yg belum bener dari saya.
LikeLike
tidak berhenti berproses Qied, tentunya ke arah yang lebih baik. 🙂
LikeLike
Hal yang harus dan paling kita syukuri adalah tinggal di wilayah bebas mengenakan jilbab. Karena jilbab bukan hanya identitas,melainkan ‘malu’ yang melekat kemana pun kita pergi dan apa pun yang kita lakukan. Semoga kita selalu istiqamah dalam pikiran dan perbuatan. 🙂
LikeLike
aamiin.
istiqomah ke arah yang lebih baik.
setuju mbak, berada di lingkungan yang bebas berjilbab, memudahkan kita utk terus berjilbab.
LikeLike
Ah ya, kadang karena saya pun masih belajar memakai jilbab, untuk menjawab banyak pertanyaan tentang jilbab masih kagok rasanya
Tapi sejak berjilbab, tingkah laku saya lebih terkontrol 🙂
LikeLike
halo mbak Esti,
betul juga mbak.. jilbab bisa juga sebagai pengontrol tingkah laku kita. 🙂
LikeLike
mau berbagi pendapat boleh ya mbak. Menurut saya jilbab itu merupakan seperti sholat saja. Wajib bagi kaum perempuan dan pria menutup auratnya. Sholat itu khan wajib….tapi ada juga koq yang ga sholat 5 waktu. Dan setiap orang masing2 memiliki tanggung jawab sama Sang Maha Pencipta.
Ada yang berpendapat percuma pakai jilbab kalau kelakuan masih belum bisa dijaga…..hehehehe kl saya justru melihat dari sudut yg beda. Karena berjilbab kelakuannya masih ada rem nya…apalagi ga pake jilbab, bisa2 bablas deh kelakuannya… so mau berjilbab atau tidak… setiap individu bertanggung jawab masing2…
LikeLiked by 1 person
sepakat mas, jilbab juga bisa dijadikan kontrol seseorang untuk tidak berbuat ga baik.
lah kalo udah pake jilbab masih jelek kelakuannya? yg salah orangnya.. bukan jilbabnya kan ya 🙂
LikeLike