Pasca Laparotomy : Tapros #1

Apa kabar setelah Laparotomi 26 Mei 2015 lalu?

Tepat 1 bulan setelah operasi kemaren, alhamdulillah kondisi kesehatan sudah bisa dibilang kembali seperti semula. Walaupun untuk aktivitas seperti bersepeda masih belum dijalani, masih nunggu 2 bulan lagi. Tapi berat badan saya turun, dalam jangka waktu 2 bulan terakhir saya turun 4 kg. Tapi bukan karena diet loh. Sepulang umroh April lalu, berat saya udah turun 2 kg mengingat aktivitas fisik selama di Tanah Suci cukup tinggi. Pasca operasi turun lagi 2 kg. Jadi berat badan saya cuma 48 kg.

Nggak masalah lah ya, nanti sehabis puasa insya Allah bisa digemukkin lagi. Minimal seperti saya sebelumnya yaitu 52 kg.

Di postingan ini, saya pengen sharing tentang perawatan pasca operasi laparotomi kemaren.

 

Kamis, 4 Juni 2015.

Kurang lebih seminggu setelah operasi adalah jadwal kontrol pertama ke DSOG. Alhamdulillah, recovery saya tergolong cepat. Selama di rumah nggak pernah minum anti nyeri, saya sama sekali nggak ngerasain nyeri. Trus tidak ada pendarahan dari bekas operasi maupun dari v*gina.

Kontrol pertama ini cuma ngeliat bekas luka operasi, buka perban, ambil jahitan dan ditutup lagi dengan perban baru yang boleh dibuka sendiri 2-3 hari ke depan. Perbannya juga anti air, jadi aktivitas mandi nggak terlalu sulit.

Saat itu kami juga diskusi sama dokter tentang langkah selanjutnya. Dokter menyarankan saya untuk menjalani suntik tapros sebulan 1x selama 3-6 bulan. Saya sempat nanya ke dr. Adi tentang manfaat terapi ini dan kemungkinan tidak menjalani tapros. Kata beliau, saat operasi tidak semua jaringan abnormal bisa diambil. Akar-akar dan jaringan berukuran kecil tidak bisa diambil, sehingga diperlukan suntikan hormonal ini untuk mematikan jaringan tersebut.

Kalo dari beberapa sumber yang saya baca, sifat dari tapros adalah menekan hormon estrogen dalam tubuh pasien. Jadi efek yang sering muncul adalah berhentinya menstruasi.

Saya sendiri sebenernya udah pernah menjalani suntik tapros, tepatnya tahun 2006 dan 2010 pasca operasi laparoskopi untuk kasus yang hampir sama.

Nah, berarti jaringan-jaringan abnormal itu bisa tumbuh lagi dong? Ya emberrr. Selama masih usia produktif, hormon estrogen masih ada ya, kemungkinan tumbuh lagi jelas ada. Tapi, saya nggak pikirkan itu, buat saya yang penting ikhtiar berobat agar sembuh, itu aja. Titik.

Ohya, harga tapros itu ga murah, sodara! Satu ampul harganya sekitar 1,5 juta rupiah. Walaupun di box-nya cuman tertulis 1,1 juta, nggak ngerti juga kenapa kalo di pasaran bisa jadi di atas itu.

Saya pernah dapat info, bahwa suntikan itu bisa ditanggung asuransi kami, yaitu inHealth. Cuman, kalo di rumah sakit JIH bisa gak ya? Mengingat ini rumah sakit swasta. Untungnya dr. Adi nih baik banget, seandainya di JIH nggak tercover asuransi dia mau kasih rujukan ke RSUP Dr. Sardjito, di mana dia juga berpraktek. Jadi bisa pindah RS, tapi tetap dengan dokter yang sama.

Eh, ternyata di JIH suntikan tapros ditanggung sama inHealth, alhamdulillah. Terapi langsung dijadwalkan mulai minggu depannya. Dokter juga langsung kasih resep tapros 1 ampul. Karena obat nggak langsung ada, emang harus pesen dulu ke farmasi JIH. Saya kasih nomer kontak dan akan dihubungi ketika obat sudah ada.

SavedPicture-2015615172754.jpg

 

Rabu, 10 Juni 2015.

Suntikan tapros yang pertama. Saat suntikan masih disiapin sama perawat, saya dan suami sempat ngobrol dengan DSOG kami. Sudah 2 hari saya ngeflek, merah muda gitu. Kata dokter itu normal, it’s hormonal issue, pasca operasi biasanya hormon dalam tubuh emang kacau jadi bisa aja ngeflek padahal bukan jadwalnya menstruasi.

Suntikan sudah siap, untuk bulan pertama ini disuntikkan di lengan kiri atas. Efek setelahnya, lengan terasa pegel sedikit tapi nggak boleh dipijit, dibiarin aja lama-lama pegelnya juga ilang. Ohya, kalo baca dari tulisan dalam box tapros, setiap kali suntik tempatnya harus berpindah-pindah. Misal, bulan ini di lengan kiri atas, bulan berikut harus di tempat lain misal lengan kanan atas, perut, atau di pantat.

Dokter juga kasih resep lagi untuk tapros ampul kedua, yang nantinya akan dipakai di bulan berikutnya.

 

Sehari dua hari setelah suntik tapros, belum ada efek yang terasa di badan, kecuali saya masih ngeflek sedikit. Baru di hari ketiga pasca suntik, badan nggak karuan. Setiap bangun tidur, pegel seluruh badan. Ngeflek nya juga tambah banyak, warna merah tapi volume nggak sebanyak menstruasi.

Sempet ragu ini darah menstruasi atau bukan, soalnya pengaruh ke ibadah sholat kan? Akhirnya saya putuskan tetap sholat saja, mengingat bisa jadi ini adalah efek obat bukan darah menstruasi. Hanya saja tiap kali mau sholat harus ganti pant*liner.

Ternyata efek tapros sempat membuat kondisi badan saya cukup drop, badan terasa lemas, cepet capek, perut juga agak nyeri. Kondisi ini bahkan lebih drop dibanding pasca operasi laparotomi. Tapi, alhamdulillah efeknya cuman 5-6 hari aja. Bertepatan hari pertama bulan Ramadhan badan saya udah kembali fit dan bisa berpuasa.

Trus masih ngeflek2 nggak? Ya, sampai tulisan ini diposting saya masih ngeflek dikit-dikit. Tapi tetep sholat dan puasa.

Kalo dibanding dengan terapi yang sama di tahun 2006 dan 2010 lalu, waktu itu saya nggak merasakan efek apa2 loh. Cuman nggak menstruasi aja. Tapi badan tetap fit nggak pake lemes dan capek. Nggak ada bedanya dengan hari-hari lain. Kenapa ya? Ah, pasti faktor umur nih! 😀

Semoga aja saat suntikan kedua bulan depan, badan udah beradaptasi ya, jadi tetep sehat dan bugar. Aamiin.

Selamat berpuasa ya. 🙂

**

Update : ngeflek berlangsung selama 24 hari.

 

1 Comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s