Puasa panjang saya membaca buku baru saja berakhir. Iya, terakhir baca buku sampai selesai sekitar 3 bulan lalu. Saya ‘berbuka’ dengan buku Out of The Truck Box karya Iqbal Aji Daryono. Sungguh, menu berbuka puasa yang ajib. Alhamdulillah ya Allah. 🙂
Kenapa saya memilih buku ini sebagai menu berbuka? Apakah karena mas Iqbal adalah kakak kelas SMA dan senior di kampus? Bisa jadi. Apakah karena mas Iqbal adalah seleb fesbuk dengan status yang dijempoli beratus-ratus akun? Iya juga. Hehe. Tapi seandainya pun saya gak kenal mas Iqbal, buku ini worth to read. 🙂
Buku ini terasa ajib karena ringan, mudah dipahami, dan menghibur tapi sekaligus menambah pengetahuan. Mas Iqbal tidak sekadar bercerita secara deskriptif tentang hal-hal yang dia temui sehari-hari saat dia nyopir maupun aktivitas lain selama tinggal di Ostrali menemani istri yang lagi sekolah, namun juga menghadirkan konteks maupun latar belakangnya.
Misalnya ketika ia bercerita tentang Adul, teman nyopirnya dari Pakistan. Selain bercerita tentang bagaimana Adul bisa sampai ke Ostrali, mas Iqbal juga cerita tentang kondisi Pakistan dengan segala intriknya baik sosial, ekonomi maupun politik. Begitu juga di bab lain tentang Carlos dari Chile dan Victor Macedonia.
Bahwa suatu kenyataan yang hadir di hadapan kita itu, tidak serta merta terjadi namun ada banyak cerita yang membentuknya. Jadi nggak bisa kita telan mentah-mentah tanpa mencoba memahami kejadian-kejadian di baliknya.
Bagian lain dari buku ini yang saya suka adalah ketika mas Iqbal menulis tentang perspektif. Bahwa duduk di balik kemudi truk memberikan sebuah sudut pandang yang berbeda dibanding naik kendaraan lainnya. Pahlawan bagi suatu komunitas, bisa jadi bukan siapa-siapa bagi yang lain. Begitu juga dalam kehidupan ini, sebuah hal dapat diterima dan dipahami secara berbeda karena dilihat dari sudut yang berlainan.
Ah, saya jadi merasa lebih pintar dan bijak setelah baca buku ini. 😀
Ada yang bilang kalo sekalinya baca buku ini nggak bisa berhenti, dari halaman pertama sampai terakhir. Nggak tuh, saya justru sering berhenti karena selalu ada kejutan di setiap akhir bagian. Jadi saya perlu berhenti untuk menyesapinya lebih dalam. Uhuk. Dan masih banyak lagi yang menarik dari lamunan mas Iqbal yang terkadang nggak lazim tapi pada akhirnya bisa dipahami dan sarat makna.
Selamat untuk Mas Iqbal, untuk bukunya yang udah naik cetakan kedua!
Kurang GREGET rebiewnya mbakk, opo mas iki?. Eh, mbak ding. Oiyo, iso di tuku nek endi ki bukune lek iqbal mbak.
Uwooo. Suwon.
LikeLike
bisa di Gramedia mas. Nanti kalo udah beli, ditunggu reviewnya yang greget ya .. hehe
LikeLike
Okehh. Meluncur. Laksanakan budhe. Jangan lupa mampir ke blogg akoh yaaah. Hahhaa
LikeLike
baik mbah.. 🙂
LikeLike