Hutan Pinus Dlingo, sebuah destinasi wisata alam di Yogyakarta yang terletak di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Tepatnya di sisi timur kota, naik ke perbukitan Pathuk. Tempat ini cukup populer di media sosial karena emang bagus buat selfie dan foto-foto.
Saya juga pengen ke sana, tapi bersepeda atau gowes. Sabtu, 21 Januari 2017, saya dan Mas Nug gowes ke Bukit Pathuk dengan tujuan utama Hutan Pinus Dlingo. Pukul 06.00 kami baru berangkat dari rumah, udah cukup siang.
Tanjakan Bukit Pathuk terasa lebih menantang karena ramainya lalu lintas. Berbagi jalan dengan kendaraan besar seperti truk dan bis. Cukup membuat saya panik dan senewen saat gowes di tanjakan yang cukup tinggi, kendaraan-kendaraan besar itu mengklakson dari belakang. Dua kali saya akhirnya mengalah untuk minggir demi keselamatan. Jalan mulai lengang setelah perempatan Pathuk dan kami belok ke kanan atau arah selatan ke arah Dlingo.
Satu setengah kilometer (1,5 km) kemudian dari perempatan Pathuk, kami sampai di titik pemberhentian pertama yaitu Watu Amben. Sebuah spot di sisi jalan dengan pemandangan landscape Kota Yogyakarta. Saat langit cerah, kita bisa menikmati gagahnya Gunung Merapi, Merbabu dan Sumbing yang berdiri di sisi utara.
Di sekitar spot ini terdapat banyak kedai kopi yang buka sejak sore hingga malam, untuk menemani pengunjung menyaksikan sunset dan kelap-kelip lampu Kota Yogyakarta di malam hari.
Saat kami naik, hujan mulai turun dengan cukup deras. Sempat berpikir untuk mencukupkan perjalanan, dan segera turun ke Jogja. Alhamdulillah, saat kami berhenti di Watu Amben untuk berfoto sejenak, hujan berhenti sehingga kami bisa meneruskan perjalanan.

Pemberhentian kedua adalah Hutan Pinus Pengger. Sebuah kawasan wisata alam yang sepertinya belum terlalu banyak dikenal, sehingga cukup sepi pengunjung. Waktu itu hanya ada kami berdua dan serombongan anak-anak TK setempat yang sedang field trip.
Ternyata selain Hutan Pinus Dlingo yang hits itu, ada banyak tempat atau spot wisata alam baru yang sebenernya juga sama adem dan asrinya. Saya juga baru tahu kok. Kalo menurut pengamatan saya, perbedaan terletak pada luasan kawasan dan kerapatan pohon pinusnya. Di Pengger, pohonnya tidak serapat di Dlingo.
Pengunjung bisa membawa sepeda dan motor masuk ke dalam, sedangkan mobil parkit di luar. Tidak ada tiket masuk kecuali memasukkan uang seikhlasnya di dalam kotak sebagai biaya parkir.
Perjalanan kami lanjutkan menuju Puncak Becici, spot wisata yang sudah cukup dikenal luas untuk bike camp, outbound, dan kegiatan sejenisnya. Pohon pinus menjulang juga menjadi menu utama untuk memanjakan mata.
Tempat ini dikelola dengan lebih serius dibanding Hutan Pinus Pengger, ada gerbang masuk yang dijaga oleh petugas. Mereka memungut biaya parkir kendaraan yang masuk yaitu Rp.3.000,-/motor, Rp.10.000,-/mobil, dan Rp.20.000,-/bus.
Tidak lama kami berhenti di sana, hanya sekadar mengambil foto di depan pintu gerbang dan segera melanjutkan perjalanan ke Hutan Pinus Dlingo.
Kami melalui kawasan pemukiman dan sebuah sekolah dasar. Suasana bersahaja dan sederhana kental terasa. Damai. Anak-anak berkulit lebih gelap karena mereka menghabiskan waktu bermain di luar rumah, tidak hanya duduk menekuri gagdet di tangan.

Sebelum sampai ke tujuan utama, kami sempat mampir ke Hutan Kayu Putih. Sesuai dengan namanya, pepohonan kayu putih menjadi sajian utama. Tempat ini sepertinya masih baru, karena sedang dalam tahap merapikan jalan setapak, penanaman pohon, dan pembangunan fasilitas pelengkap.
Tempat ini juga masih sepi, saat itu hanya kami berdua dan serombongan ibu-ibu yang piknik tanpa keluarga. Saking sepinya, petugas yang jaga aja juga belum ada. Hahaha. Jadi jelas aja masih gratis nggak ada biaya masuk termasuk parkir.

Akhirnya, sekitar pukul 10.30 kami tiba di tujuan utama yaitu Hutan Pinus Dlingo. Udah siang banget karena kami kebanyakan berhenti, dikit-dikit cekrek! Hutan Pinus Dlingo pun, ternyata juga terbagi-bagi menjadi beberapa kawasan. Kami berhenti di Hutan Pinus Asri untuk beristirahat.
Tidak ada tiket masuk hanya biaya parkir saja, tapi untuk sepeda malah gratis dan boleh dibawa masuk ke dalam hutan.
Pengunjung di hutan ini jauh lebih banyak dari tempat-tempat sebelumnya. Kebanyakan datang dari arah selatan atau Imogiri, berlawanan dengan kami yang naik dari utara atau Pathuk. Bisa jadi mereka baru saja turun dari Kebun Buah Mangunan yang terkenal itu, menikmati kabut sejak subuh tadi.
Spot foto di kawasan ini cukup banyak, cocok buat kamu yang suka selfie! Termasuk saya juga, sih. Hehe.
Waktu sudah menunjuk pukul 11.00. Matahari sudah tinggi namun tak terasa panas karena pohon pinus yang rimbun menjulang tinggi. Kami melanjutkan perjalanan ke selatan dan pulang turun lewat Imogiri. Sebenernya bisa juga mampir ke Kebun Buah Mangunan, tapi udah capek dan gak kuat kalo harus melewati tanjakan lebih tinggi. Sudah cukup. 🙂
Kami pulang menyusuri Jalan Imogiri Timur, saat hujan mulai turun. Sambil berteduh kami mampir makan Sate Klathak di Warung Sate Pak Salim yang walaupun gak se-famous Pak Bari maupun Pak Pong, soal rasa gak kalah enaknya. Warung Pak Salim terletak tidak jauh dari kawasan Imogiri. Kami berdua menghabiskan 2 porsi sate klathak, 1 porsi tongseng, 2 porsi nasi, dan 2 gelas jeruk hangat. Banyak yah! Itu pun cuman bayar Rp.70.000,-.

Hujan belum juga reda, padahal waktu sudah menunjuk angka 12.45. Padahal belum sholat Dhuhur, kan? Kami berdua putuskan melanjutkan perjalanan menembus hujan yang ternyata cuman lokal di wilayah selatan aja. Begitu sampai daerah Jejeran, hujan udah reda dan mulai panas.
Kami sampai di rumah udah pukul 13 lebih. Segera mandi dan sholat Dhuhur.
Resume gowes kali ini adalah menempuh jarak 53,2 km dengan elevasi 630 meter. Tapi, please jangan tanya soal average speed ya, biar pelan asal nyampe. Saya mah gitu orangnya. Hahaha.
Anyway, perjalanan gowes ke Hutan Pinus Dlingo adalah sebuah cita-cita sejak 2 tahun lalu. Sempat mencoba gowes naik dari arah Pathuk tapi gagal di tanjakan-tanjakan awal. Hahaha. Jantung berdegup kenceng banget, sehingga nggak boleh diterusin. Dua tahun berselang, saya mampu melewati dan sampai di Hutan Pinus Dlingo. Kenyataan ini semakin menegaskan bahwa latihan rutin dan kontinyu itu berpengaruh pada peningkatan kemampuan tubuh. Kebugaran itu gak bisa instan!
Waah hebat bisa gowes sejauh itu…Btw foto2nya jg bagus2 🙂
LikeLike
Hehe, makasih mbak, sebagian foto suami yg ambil.
Alhamdulillah, dikasih sehat bisa gowes ke sana.
LikeLiked by 1 person