Masih jaman ya lomba-lomba kartinian gitu? Masih lah. Peringatan Hari Kartini masih diselenggarakan di lingkungan kantor, di sekolah, dan juga di lingkungan tempat tinggal. Tidak terkecuali di Pedukuhan atau dusun Singosaren, tempat saya tinggal.
Anyway, setiap tahun saat Peringatan Hari Kartini selalu ada polemik tentang alasan pemilihan tokoh Kartini, padahal ada pahlawan nasional lain yang dianggap tidak kalah berjasa dan penting untuk diperingati juga. Ada yang kemudian membandingkan dengan Cut Nya’ Dien, Martha Christina Tiahahu, atau sederet nama lain.
Saya pun setuju, nama-nama lain itu juga penting dan berjasa besar untuk Indonesia. Namun, ada satu hal yang istimewa dari Kartini, yaitu kegemarannya menulis. Kartini berkorespondensi dengan sahabatnya di Belanda. Sehingga banyak buah pikirannya yang tidak hilang begitu saja karena tertuang dalam tulisan.
Dan pada akhirnya surat-surat Kartini dikompilasi menjadi sebuah buku Habislah Gelap Terbitlah Terang. Sudah baca bukunya? Belum. Ah, jadi pengen nyari dan baca buku itu. Baiklah, jadikan wish list ya.
Polemik kedua seputar Peringatan Hari Kartini adalah tentang bagaimana cara kita mengenang dan meresapi perjuangan Kartini. Hari Kartini selalu identik dengan lomba merangkai bunga, merangkai buah, lomba keluwesan berbusana atau lomba-lomba lain yang identik dengan wanita.
Padahal salah satu nilai perjuangan Kartini adalah mendobrak stereotype bahwa perempuan adalah kanca wingking, yang hanya berperan di balik layar semata. Lah kok lomba-lombanya malah seperti menegaskan stereotype itu?
Sebagian berpendapat bahwa seharusnya lomba-lomba yang diadakan juga senafas dengan perjuangan Kartini. Yaitu menyuarakan pikiran-pikiran para perempuan, seperti lomba menulis artikel atau esai, lomba public speaking (pidato dan MC) atau bahkan menggambar tematik.
Bagaimana menurut pandangan saya? Saya rasa lomba merangkai bunga, keluwesan berbusana, lomba masak atau yang sejenisnya tetap perlu diadakan. Secara nggak sadar lomba-lombanya semacam itu adalah pengumpul massa, sebagai selingan dari kesibukan keseharian. Tetap ada manfaatnya, sebagai ajang mempererat pertemanan/persaudaraan antar tetangga, teman kerja, atau teman sekolah.
Sedangkan lomba menulis artikel, public speaking juga penting diadakan sejak dini di sekolah-sekolah. Sehingga, diharapkan mereka sudah terbiasa menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan.
Namun, perbedaan pendapat itu tak perlu diperpanjang. Toh, Peringatan Hari Kartini dari tingkat sekolah, tingkat lokal, regional sampai nasional tetap berlangsung dengan baik dan lancar. Partisipasi aktif kita juga diperlukan agar penyelenggaraannya semakin variatif dan inovatif.
Seperti halnya Peringatan Kartini di lingkungan rumah tinggal saya. Tepatnya di Kelurahan Singosaren Banguntapan, Bantul yang diselenggarakan oleh Tim Penggerak PKK setempat. Ada lomba merangkai bunga, membuat sudi dan takir (tempat makanan dari daun), serta lomba MC.
Nah, perumahan kami juga ikutan memeriahkan lomba-lomba itu. Tepat di tanggal 21 April 2019, lomba tingkat dusun diadakan. Saya mengikuti lomba MC. Seumur-umur baru sekali ini ikut lomba, alhamdulillah dapat juara 1 berhadiah panci dan sebuah novel berjudul Indigo. 😁

Kemudian maju ke tingkat kelurahan pada hari Sabtu, 27 April 2019. Alhamdulillah juara 1 lagi. 🙈

Sungguh saya merasa bangga bisa ikutan lomba ini, bukan perkara kalah dan menangnya tapi lebih pada partisipasi aktif di lingkungan sekitar atau srawung. Kalah menang bukanlah tujuan, yang penting ikutan. Bonusnya ya bisa kenal tetangga di luar perumahan dan dapat juara. 😅
Jadi, kapan terakhir kamu ikutan aktif di lingkungan tempat tinggalmu?
Saangat meriah, juara satu siapa tuh
LikeLike
Hehe kebetulan saya. Sekadar utk meramaikan suasana. 😅
LikeLiked by 1 person