Getting Forty

Postingan pertama di tahun 2020!

Tahun lalu saya berulang tahun yang ke-39, sehingga insya Allah tahun ini akan berusia 40 tahun. Alhamdulillah, Allah telah memberi umur, kesehatan, kecukupan, dan berbagai kenikmatan yang tak mungkin saya hitung.

Menurut saya, 40 adalah usia yang istimewa. Sering dibilang sebagai titik seseorang menjadi lebih matang, dewasa dan mapan. Disebut matang karena ia tak lagi muda, tapi belum bisa disebut tua. Disebut dewasa karena dinilai sudah cukup memiliki pengalaman hidup, sehingga dianggap bisa membuat berbagai keputusan penting. Disebut mapan, karena (biasanya) pada usia 40-an seseorang memiliki stabilitas ekonomi dan emosi.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah usia manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) periode, yaitu:
1. Anak-Anak (Aulad): sejak lahir hingga akil baligh
2. Pemuda (Syabab) : sejak akil baligh hingga 40 tahun
3. Dewasa (Kuhul): 40 tahun hingga 60 tahun
4. Tua (Syuyukh): 60 tahun ke atas.

So, tahun ini saya memasuki periode manusia dewasa.

Anyway, setiap orang pasti punya pengalaman empiris jelang 40 tahun. Pasti ada suka dan dukanya. Nggak selalu sama, nih versi saya. 😁

1. Metabolisme tubuh melambat.

Seiring bertambahnya usia, metabolisme tubuh melambat nggak sebagus dulu. Sehingga berat badan perlahan meningkat. Saat berusia 20-an bahkan sampai usia 37, mau makan seberapa aja nggak pengaruh ke badan. Tetep aja langsing.

Tapi sejak 2 tahun terakhir ini, terasa berbeda. Baju mulai sesak, ukuran celana bertambah. Apalagi pola makan saya kurang sehat. Suka jajan yang enak-enak. Jarang masak. 🤭

Jadi, pola makan sehat harus segera dimulai. Perbanyak buah dan sayur, cukupi protein, kurangi karbohidrat.

Please, jangan bilang, “alah, segitu khawatirnya, masih langsing gitu.”

Di satu sisi kalimat itu melegakan, di sisi lain memberikan dorongan ke arah yang kurang tepat. Yaitu membuat saya merasa masih langsing dan kebablasan makan ini itu tanpa kontrol. Hahaha.

Dan pastinya, harus lebih rajin berolahraga.

2. Gampang masuk angin.

Parfum harian berubah menjadi minyak kayu putih atau balsem. Bahkan saya punya minyak andalan yaitu minyak tawon dengan tutup putih! Google it! Minyak itu hanya bisa dibeli di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan harga yang tidak murah. Tapi, recommended banget. Ini bukan tipu-tipu, tapi testimoni pengguna setia. Hihi. Sebelum tidur baluran pake minyak itu, trus selimutan, duh nyaman nian.

Anyway, masuk angin sepertinya sepele yah, tapi bikin badan sekaligus mood jadi ngedrop. Jadi sebisa mungkin dicegah dengan minum yang anget-anget, mandi juga jangan pake air dingin, makan nggak boleh telat. Trus, nggak boleh begadang.

Ohya, satu lagi. Nggak cuman masuk angin, saya sering kerasa sakit pinggang. Hahaha.

3. Menolak tua.

Semacam nggak menerima kenyataan, bahwa saya tidak lagi muda. Seneng banget kalo dibilang awet muda, atau berusaha terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. You know what, ini saya ngomongin diri sendiri, loh ya. Bukan ngomongin kamu yang lagi baca. Hehehe.

Padahal, ada sebuah kalimat bijak yang bilang, “You don’t need to look younger than your age, just try to look great for your age,” Setuju pake banget kan? 😉

4. Punya skala prioritas

Semakin ke sini, saya merasa waktu, pikiran dan tenaga saya semakin terbatas.

Dulu berasa kalo jago multi tasking. Bisa mikir dan ngerjain banyak hal dalam satu waktu. Sekarang? Kalo lagi ngerjain sesuatu, trus ke-paused sebentar aja buat jawab WA atau angkat telpon, wis bubrah kabeh. Lupa tadi mau ngapain. Hahahaha.

Ada masanya pula, setelah seharian kerja, malemnya masih sanggup untuk ketemuan dengan teman. Trus aktif di kegiatan ini itu. Sekarang? Pulang kantor ya istirahat. Kalopun punya waktu dan tenaga lebih, bisa buat bersih-bersih rumah, secara nggak punya ART nih. Semua harus dikerjakan sendiri.

Nah, menyadari keterbatasan diri ini, makanya saya perlu banget membuat skala prioritas.

3 prioritas utama saya saat ini adalah : kesehatan, keluarga dan pekerjaan.

Kesehatan itu mencakup jiwa dan raga. Ibadah adalah elemen penting dalam kesehatan jiwa. Kalo pas koneksi ke atasnya lagi bagus, berasa kok kedamaian dalam diri ini. Kalo pas koneksinya agak gak lancar, selalu saja ada yang salah.

Kalo kesehatan raga ya dengan olahraga. Alhamdulillah kalo ini sih udah jadi hobi. Semoga selalu istiqomah berolahraga, dengan tetap menyesuaikan kemampuan dan tidak memaksakan diri. Bonusnya bisa ketemu dengan teman-teman.

Keluarga. Sejak sepeninggalan ibunda Agustus 2019 lalu, saya merasa bahwa ada ruang kosong di hati saya. Kerasa banget bahwa ibuk adalah perekat utama dalam keluarga kami. Kondisi ini harus kami sadari segera, agar ikatan persaudaraan tidak memudar. That’s why, keluarga harus jadi prioritas saya.

Ohya, keluarga juga mencakup tetangga, loh. Mereka adalah keluarga terdekat. Alhamdulillah, saya diberikan lingkungan yang baik dan menyenangkan. Walaupun nggak selalu ngobrol setiap hari, tapi insya Allah selalu kompak dan saling membantu.

Pekerjaan. Ada amanah yang melekat di sini. Sehingga tidak heran kalo pekerjaan adalah prioritas. Namun, untuk saya pekerjaan tidak selalu sama dengan karir. Kalo pekerjaan memang prioritas, tapi tidak dengan karir.

Trus selain 3 hal itu nggak penting? Tidak seperti itu, Ferguso. Selain 3 hal itu tetap penting, dengan syarat dan ketentuan berlaku, yaitu jika ketiga hal itu sudah tercukupi. 🤭😘

***

Nah, di luar getting forty versi saya, dalam Islam pun ada anjuran untuk memperbarui taubat dan kembali kepada Allah dengan bersungguh-sungguh. Usia 40 adalah saat manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fisik, intelektual, emosi, maupun spiritualnya. Ia benar-benar telah meninggalkan usia mudanya dan melangkah ke usia dewasa yang sebenar-benarnya.

So, am I ready to be 40?

Bismillah.