Refleksi di Masa Pandemi

Rabu, 6 Mei 2020 pukul 06.11 pagi adalah waktu di saat saya mulai membuat tulisan ini. Sudah dua bulan ini, saya dan kita semua mengalami perubahan signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Sengaja catatan ini saya buat sebagai pengingat, bahwa saya pernah menjadi saksi mewabahnya Covid-19.

Pemerintah pun membuat himbauan yaitu belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah. Seperti apa kondisinya? Lanjut baca yuk.

1. Belajar dari rumah.

Sejak pertengahan Maret 2020 kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah dan kampus ditiadakan. KBM diganti dengan pertemuan secara online. Tugas-tugas pun juga dikerjakan dan dikumpulkan menggunakan sarana informasi digital. Mau nggak mau, jadi nggak boleh gaptek. Siswa, orang tua, pengajar pun dipaksa untuk melek, buka mata terhadap teknologi. Sebenernya, sebelum masa ini mereka juga nggak merem juga sih ama teknologi. Tapi jadi lebih akrab dan intens dengan yang namanya internet, laptop dan berbagai aplikasi.

Cuman teknologi itu belum bisa dijangkau oleh semua kalangan. Bisa karena ekonomi atau wilayahnya belum kena sinyal internet. Sehingga di beberapa daerah ada pula guru-guru yang sukarela berkeliling ke rumah-rumah siswanya agar KBM tetap berjalan walaupun dengan kondisi seadanya.

Belajar dari rumah bersama TVRI

TVRI juga membuat program belajar di rumah sejak 13 April 2020. Sebuah terobosan dari Kementrian Pendidikan RI yang bisa menjawab kebutuhan bagi sekolah yang tidak bisa belajar menggunakan internet.

Tahun 2020 ini menjadi masa bahwa belajar atau bahan ujian sambil rebahan adalah sebuah norma yang baru. Sebuah kenyataan yang sebelumnya dirasa nggak mungkin.

2. Bekerja dari rumah.

Yup, sejak akhir Maret 2020 udah dibuat jadwal kerja di kantor dan kerja dari rumah. Pegawai dibagi menjadi 2 kelompok, bergantian sehari masuk sehari kerja dari rumah. Tapi kalo ada hal penting dan mendesak, tetep harus berangkat ke kantor.

Saat ini pun saya lagi kejatah kerja dari rumah. Walaupun jujur saja ya, agak sulit buat saya kerja dari rumah. Saya bekerja di bidang keuangan yang biasanya menghadapi berkas-berkas keuangan yang cukup tebal. Proses verifikasi berkas-berkas itulah yang belum bisa saya lakukan secara online. Kalo entry data maupun transaksi sudah dilakukan secara online sejak lama. Cuman ya gitu, berkas-berkas keuangan itu tetep harus dijadikan patokan transaksi.

Work from home

Pertanyaannya, kenapa berkas-berkas itu nggak dibuat dalam bentuk file digital aja. Pengennya juga gitu, tapi itu kebijakan besar yang harus diambil oleh para pemangku kebijakan. Saya yang tingkat pelaksana ini tinggal mengikuti aturan saja.

Perubahan besar yang terjadi di tempat kerja saya adalah berhentinya berbagai kegiatan karena alasan kesehatan (nggak boleh berkerumun) serta pengalihan anggaran ke kegiatan penanggulangan wabah. Sehingga load pekerjaan juga otomatis menurun. Padahal masih terima gaji dan tunjangan. Berasa setengah makan gaji buta. And I’m not proud of it.

3. Beribadah di rumah.

Kalo saya nggak salah inget, pembatasan beribadah di rumah dimulai di awal bulan April 2020. Sebelumnya cuman ada himbauan untuk menggulung karpet masjid dan meminta jamaah membawa alas atau sajadah masing-masing. Karena karpet bisa banget jadi media penyebaran virus. Tapi kemudian masjid-masjid mulai lock down. Sholat Jumat ditiadakan. Pengajian-pengajian juga ditiadakan. Walaupun saat itu jamaah sholat wajib masih tetap diselenggarakan.

Namun, akhirnya semua kegiatan dihentikan. Dimulai dari masjid-masjid besar, masjid-masjid di lingkungan perkantoran, dan sampai juga ke masjid-masjid di lingkungan tempat tinggal. Termasuk masjid depan rumah. Sedih.

Sholat tarawih di rumah

Lockdown nya masjid semakin terasa ketika 24 April 2020 adalah bulan Ramadhan hari pertama. Nggak ada tarawih, buka bersama, tadarusan di masjid. Semua dilakukan di rumah masing-masing. Ujian buat para kepala rumah tangga yang hafalan surat pendeknya cuman itu-itu saja. Sedih ya, ternyata selama ini kita rajin upgrade hape tapi lupa nggak upgrade ilmu agama. Hal positifnya, kondisi ini membuat kita sadar bahwa belajar agama itu penting. Ga sebatas tentang hafalan surat untuk jadi imam, tapi ya ilmu agama untuk jadi pegangan menjalani hidup ini.

***

Perubahan signifikan yang saya ceritakan di atas memunculkan banyak kebiasaan baru untuk semua orang. Termasuk saya, apa aja tuh?

1. Rajin masak.

Ya, kamu nggak salah baca. Saya jadi rajin masak. Memasak adalah sebuah aktivitas bukan favorit saya. Bakalan jadi pilihan terakhir dari berbagai aktivitas domestik. Saya akan lebih memilih mencuci baju, beberes rumah, nyapu dan ngepel lantai sampai berpeluh keringetan. Alasannya apa, ya emang not my thing aja. Bisa sih masak, tapi ya bisa-bisa an aja. Kalo bisa beli kenapa harus masak?

Tapi kondisi pandemi atau wabah saat ini mengubah itu semua. Kok bisa? Karena takut jajan. Faktor kesehatan jadi alasan utama. Higienis nggak proses masaknya.

Berbagai masakah yg saya buat. Nyam.

Saat ini setiap hari saya memasak, walaupun pilihan menunya sederhana. Bukan masakan yang rumit. Tumis-tumis, bikin sop, sayur asem, bikin macaroni schotel, belajar ngungkep ayam, bikin tahu tempe bacem, nyoba bikin soto dan lain sebagainya. Saya sendiri juga heran, ternyata saya bisa juga kalo niat. Hehe.

Kalo bisa masak, kenapa harus beli? Cieeeeee.

2. Workout from Home

Sejak adanya virus corona, semua orang membatasi kegiatan di luar ruang. Termasuk saya yang hobi banget dengan sepedaan. Untungnya di rumah punya roller yang sedikit bisa mengobati kangen saya bersepeda. Cukup 30 menit keringat udah mengucur deras. Cuman kalo kondisi sedang berpuasa, saya mengurangi porsi latihan.

Rolleran di depan tivi

3. Bebersih rumah.

Karena lebih banyak di rumah, tentunya perhatian saya ke urusan domestik jadi lebih optimal. Berasa lebih rajin aja daripada sebelumnya. Nyortir pakaian, nyingkirin barang-barang yang udah ga kepake, supaya rumah jadi lebih lega.

Waktu foto ini saya upload, halaman udah mulai rimbun lagi. šŸ˜†

***

Saya kangen dengan banyak hal, misal jalan-jalan sama keluarga, gowes bareng temen-temen, ketemu banyak orang, dan banyak hal lainnya. Tapi nggak disangka ternyata saya juga menikmati hidup yang melambat. Saya jadi bisa menyentuh sisi lain dari hidup ini.

Mungkin sebelumnya, saya terlalu sibuk kerja, sibuk sepedaan, sampe lupa dengan hal-hal kecil di dekat saya.

Anyway, semoga Bumi segera sehat. šŸ˜

1 Comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s