Ini adalah buku kedua yang saya beli beberapa waktu yang lalu. Buku karya Remy Silado ini memiliki alur yang lambat dengan setting yang sangat panjang. Dari jaman kolonial Belanda, penjajahan Jepang, hingga kemerdekaan. Berbeda sekali dengan buku yang saya review sebelumnya.
Tokohnya bernama Keke, seorang gadis kecil asal Manado yang dibawa ke Surabaya untuk dijadikan geisha. Saat itu, Surabaya sudah menjadi salah satu pisat pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Mendatangkan calon geisha dari Jepang terlalu menghabiskan dana, jadi dipilihlah gadis-gadis Manado yang jika didandani akan sangat mirip dengan orang Jepang.
Keke dididik menjadi orang Jepang, dari belajar bahasa, menyajikan saku, memainkan shamisen (alat musik tradisional Jepang), sampai memuaskan nafsu laki-laki yang datang. Sampai namanya pun juga diganti menjadi Keiko.
Pada masa inilah ia bertemu dengan seorang wartawan yang bernama Tjak Broto (Cak Broto). lalu mereka saling jatuh cinta, walaupun perjalanannya sangatlah berliku. Diceritakan bagaimana kedia insan ini terpisah karena sang wartawan ditahan oleh penjajah Jepang. Bagaimana sang Geisha harus mengorbankan kehormatannya demi keselamatan sang suami, sehingga harus terpisah lautan karena Keke dirampas haknya dan dibawa ke Jepang.
Perjuangan belasan tahun untuk kembali ke Indonesia, ternyata menemui kenyataan bahwa suaminya telah menikah lagi (karena mengira Keke telah meninggal dunia). Kepulangan ke tanah air Manado yang justru membawa petaka baru. Ditawan oleh separatis PERMESTA karena dituduh sebagai mata-mata pemerintah pusat.
Kemudian terasing selama 25 tahun, hingga akhirnya ditemukan oleh wartawan yang tak lain keponakannya. Hingga bertemu dengan Tjak Broto, sang suami yang telah terpisah selama lebih dari 35 tahun.
Mungkin saya bisa dengan mudah dan singkat menceritakan kembali Kembang Jepun. Tapi sungguh, buku ini betul-betul karya sastra Indonesia, yang sangat hebat. Tidak sekedar bercerita, tapi juga menggambarkan perubahan sejarah bangsa Indonesia dari waktu ke waktu. Data-data yang akurat dan deskripsi setting yang tepat sesuai dengan keadaan masa lalu.
Selain itu, ada perbedaannya dengan Memoar of Geisha. Tokoh di buku tersebut memiliki perjuangan yang lebih sempit, yaitu memperjuangkan kebebasan dan cintanya semata. Sedangkan tokoh Keke dalam Kembang Jepung juga ikut berjuang memperoleh kemerdekaan bangsa Indonesia melalui caranya sendiri.
Buku ini mebuat saya lebih mensyukuri kemerdekaan yang kita miliki sekarang. Salut untuk Remy Silado.
SAHABAT-SAHABAT BLOGGER, SAYA MENGAJAK PARA SAHABAT UNTUK BERTUKAR LINK, SELAIN UNTUK MEMPERERAT HUBUNGAN SESAMA BLOGGER JUGA BERMANFAAT UNTUK MENINGKATKAN TRAFFIC ATAU PAGERANK.
LikeLike
Buku yang ditulis Remy Silado itu, menurut hemat saya, masih kalah jalinan ceritanya dibandingkan dengan karya-karya Pramudya Ananta Toer. Seperti tetralogi Pram di novel "Bumi Manusia". Atau novel Pram lainnya semisal "Gadis Pantai". Namun demikian saya sebagai seorang penggemar novel, tetap salut pada Remy Silado yang telah cukup berhasil memotret denyut kehidupan masa kolonial Belanda itu pada para pembaca Indonesia. Lagi pula, di toko-toko buku, novel berlatar sejarah nampaknya langka kita dapatkan. Juga sedikit penulis yang mau terjun ke "spesialisasi" kepengarangan semacam itu.Terima kasih. Dan tetaplah dik Anna tidak bosan-bosannya membaca karya-karya anak negeri semacam Remy Silado, Pramudya, NH Dini dsb.
LikeLike
tolong diceritain ulang di sini mbak?! b-(
LikeLike
waooh bagus banget reviwnya mbak anna.lain kali bisa diceritain lbh banyak lgi ttg sejarah negara kita ini.salamkenal ya..
LikeLike
ada yang mo minjemin ga ya?hehehhee..
LikeLike
Aku sih belum pernah baca Kembang Jepun mbakcuman pernah baca sinopsisnya ajaceritanya bagus bangetRemi Silado emang tulisannya getas bangetaku suka puisi-puisinya
LikeLike
Dari dulu aku pengen baca Kembang Jepun, tp masih belum yakin. Kayaknya layak masuk My Reading List nih, meski gak tau kapan akan terealisasi. Jatah bln ini dah abisss…
LikeLike
Neng baik banget deeh,,sudah mau repiu kembang jepun!! aku kira sama dengan pilem 'memories of geysia' ternyata hampir mrepet sedikit hehe..jadi seenggak–enggaknya aku tau cerita kembang jepun
LikeLike
Jadi pengen……minjem..h…ehe….
LikeLike
buku yang menarik mbak..seperti cerita geisha yahtapi versi indonesia pasti lbh meanrik tentunya
LikeLike
wah pasar kembang jepun, trnyata ada critanya yakkkk, bru tau aku 😀
LikeLike
wah seru nih mba, geisha, permesta. sepertinya sang penulis sudah meriset hal2 detail dalam buku ini,Saya ikutan baca gak ya ??? 😀
LikeLike
eh boleh nih reviewnya mbak anna
LikeLike
lama gk muncul di sini… bsen dulu bentaran ahh 🙂
LikeLike
ihik ihik ihik ngintip ah:pwen punya wen punya itu, he'eh bagus bener tu buku
LikeLike
wah.. kalo saya mah males baca buku.. :))
LikeLike
nice review…
LikeLike
Penggila buku kayanya ibu yang satu ini…Nyoba nyari ah… kliatannya bagus juga!thanxs infinya
LikeLike
23761, nama asli Jubal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong. Aku suka karyanya.
LikeLike
rasanya uda ada yang review ya buku ini, siapa ya??bisa dibayangkan bagaimana sejarah diceritakan disana sebagai selingan ilmu pengetahuan. dan aku cepat bosan dengan novel begitu, kr aku baca novel ut hiburan, bukan ut belajar sejarah. wkwkwkw
LikeLike
sudah pernah baca nih, An. tapi lupa. ingat lagi karena baca reviu kamu.
LikeLike
waaahh ..jadi pengen bli bukuna
LikeLike
Oww… pantesan di Sby ada yg namanya Kampung Kembang Jepun, bgini to ceritanya. Buagus inih…
LikeLike
KEKE berubah jadi KEIKO. Emang cewe Manado jika didandadin sperti orang jepang, hampir gak ada bedanya. cman mata aja yg beda, klo jepang sipit, cw manado gak. Boleh pinjem bukunya gak mba anna??
LikeLike
mampir ke jengsri.comada buku yang juga bagus seperti ini mba, punya londo sih, tapi dari review nya cakep!btw, kaum hawa suka baca buku ya, kalo aku, komik aja deh
LikeLike