(Sepiring Burger) Pembawa Bahagia

monalisa-burgerKamis, 28 Februari 2013.

Hari itu, sepulang kerja saya dan suami punya agenda, sehingga ketika mau pulang, udah malem aja.. Makanya kami sekalian beli makan untuk dibawa pulang. Entah kenapa, kok pengen makan burger. Makan malam kok burger ya? Abisnya udah capek, mau yang praktis aja.

Tapi, bukan sembarang burger yang kami beli. Burger ini lain dari burger-burger ala bule yg menjamur di mall itu.Yap, ini adalah Monalisa Burger. Burger dengan citarasa Jawa, agak manis-manis gitu. Buat orang Jogja atau yang udah lama di Jogja, Monalisa Burger ini macam klangenan, pengobat rasa rindu. Udah ada dari 15 tahun yang lalu.

Eits, ini bukan postingan ngiklan loh! 🙂

Monalisa Burger cukup lekat di hati saya. Kenapa? Lokasinya tepat di depan rumah teman SMA saya. Jadi sering tuh, dulu kalo pas maen ke rumah dia, (ngarep) dijajanin di situ :mrgreen: Jangan dibayangin tempat jualannya bagus dan ber-AC, tapi seperti rumah biasa yang salah satu ruangannya dipake untuk jualan.

monalisa burger 2

Monalisa Burger cuman bisa ditemuin di 2 tempat, pusatnya di Jl. Sisingamangaraja dan kios tendanya di Jl. Kaliurang (timur BNI cabang UGM). Seporsi burger harganya mulai dari Rp.12.000,-. Boleh dicoba kalo pas ke Jogja. 🙂

Nah, malem itu.. ketika saya dan suami beli, berbarengan dengan sebuah keluarga kecil. Ayah, ibu, dan seorang anak perempuan, kira2 umur 9 atau 10 tahun. Mereka duduk menanti pesanan. Kebetulan saya duduk menghadap mereka, jadi saya bisa lihat dan mendengar perbincangan mereka. Tidak lama kemudian pesanan mereka datang, tiga piring burger dan tiga gelas es teh.

Tibalah saat makan, si ayah berkata, “selamat ulang tahun ya, dek..” sambil tersenyum memandang sang anak. Si anak perempuan itu hanya melirik si ayah dan langsung sibuk dengan burger di depannya.

Don’t know why, pemandangan itu mak nyess di hati saya. Suami saya yang juga mendengar kata-kata si ayah itu, langsung melirik saya dan tersenyum. Rupanya makan burger Jowo malam itu, dalam rangka ulang tahun sang anak. Acara sederhana untuk perayaan ulang taun. Bukan di tempat yang mewah ataupun dengan pesta yang meriah. Hanya mereka bertiga saja. Tapi kebahagiaan terpancar jelas di wajah mereka.

Terus terang saya jadi malu. Sebelumnya pas di mobil, saya sempat bilang ke suami, kenapa sih saya jarang diajak ke fancy restaurant? Sekadar candle light dinner gitu kek? *sok pengen romantis* Walopun ngomongnya sambil becandaan sih.. malu saya. Sedangkan saya tau juga, suami kalo makan-makan ke restoran yang ‘wah’ itu lebih sering karena menjamu klien kantornya. Lah, masa ya bawa-bawa istri yak?

Pada titik itu, saya kembali diingatkan bahwa bahagia itu sederhana dan (ke)sederhana(an) itu bahagia. Bukan di mewah atau mahal yang jadi ukuran bahagia. Tapi kebersamaan. Seperti keluarga kecil yang saya ceritakan di atas.

Terkadang kita menetapkan standar terlalu tinggi untuk bahagia. Kalo udah punya ini, mungkin aku bahagia, kalo udah punya itu, mungkin aku lebih bahagia.. dan seterusnya. Tidak pernah ada habisnya. Seakan-akan apa yang kita miliki sekarang ini adalah suatu kewajaran dan karena sudah biasa, tidak jarang membuat kita lupa bersyukur.

Apa yang belum kita miliki, belum tentu membuat kita lebih bahagia dari sekarang. Kesehatan, rasa aman-nyaman, keluarga, teman-teman, dan berbagai hal yang sudah kita miliki.. adalah berkah tidak ternilai. We are so blessed. Syukuri itu semua, dijamin.. hidup kita bahagia. 🙂

Bahkan, sepiring burger pun bisa jadi pembawa bahagia. 🙂

Leave a comment